Senin, 12 Oktober 2009

pengertian komunikasi massa


Beberapa defenisi komunikasi massa.
Komunikasi massa adalah proses di mana informasi diciptakan dan disebarkan oleh organisasi untuk dikonsumsi oleh khalayak (Ruben, 1992)
Komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang. (Bittner, 1980)
Komunikasi massa adalah suatu proses dalam mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara. (DeFleur dan Denis, 1985)
Dari ketiga defenisi di atas dapat disarikan beberapa unsur yang terlibat dalam komunikasi massa.
1. sumber
2. khalayak
3. pesan
4. proses
5. konteks
6. media
Karakter Komunikasi massa:
1. Ditujukan pada khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar dan tidak mengenal batas geografis-kultural.
2. bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. Kegiatan penciptaan pesan melilbatkan orang banyak dan terorganisasi.
3. pola penyampaian bersifat cepat dan tidak terkendala oleh waktu dalam menjangkau khalayak yang luas.
4. penyampaian pesan cenderung satu arah.
5. kegiatan komunikasi terencana, terjadwal dan terorganisasi.
6. penyampaian pesan bersifat berkala, tidak bersifat temporer.
7. isi pesan mencakup berbagai aspek kehidupan manusia (ekonomi, sosial, budaya, politik dll)
Memahami komunikasi massa tidak akan terlepas dari media massa, karena objek kajian terbesar adalah pada peran dan pengaruh yang dimainkan media massa. Di bawah ini akan diuraikan faktor-faktor yang mendasar dari media massa:
1. media massa merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait. Media juga merupakan industri sendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya. Di lain pihak, institusi media di atur oleh masyarakat.
2. media massa merupakan sumber kekuatan- alat kontrol, manajemen, inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai penganti kekuatan atau sumber daya lainnya.
3. media merupakan forum atau agen yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional.
4. media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma.
5. media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.
Teori-teori Dasar Komunikasi Massa
Marshall McLuhan mengatakan bahwa kita sebenarnya hidup dalam suatu ‘desa global’. Pernyataan McLuhan ini mengacu pada perkembangan media komunikasi modern yang telah memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia untuk dapat berhubungan dengan hampir setiap sudut dunia. Kehadiran media secara serempak di berbagai tempat telah menghadirkan tantangan baru bagi para ilmuwa dari berbagai disiplin ilmu. Pentingnya komunikasi massa dalam kehidupan manusia modern dewasa ini, terutama kemampuannya untuk menciptakan public, menentukan issue, memberikan kesamaan kerangka berpikir, dan menyusun perhatian public, pada gilirannya telah mengundang berbagai sumbangan teoritis terhadap kajian tentang komunikasi massa.
Konsep komunikasi massa itu sendiri pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada public secara luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana pesan tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh audience. Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang menebarkan informasi yang berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhinya dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh karenanya, sebagaimana dengan politik atau ekonomi, media merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas.

Analisis media mengenai adanya dua dimensi komunikasi massa, yaitu:
1. Dimensi makro, yaitu dimensi yang memandang dari sisi media kepada masyarakat luas beserta institusi-institusinya. Pandangan ini menggambarkan keterkaitan antara media dengan berbagai institusi lain seperti politik, ekonomi, pendidikan, agama, dan sebagainya. Teori-teori yang menjelaskan keterkaitan tersebut, mengkaji posisi atau kedudukan media dalam masyarakat dan terjadinya saling mempengaruhi antara berbagai struktur kemasyarakatan dengan media.
2. Dimensi mikro, yaitu melihat kepada hubungan antara media dengan audience, baik secara kelompok maupun individual. Teori-teri mengenai hubungan antara media audience, terutama menekan pada efek-efek individu dan kelompok sebagai hasil interaksi dengan media.
Teori-teori awal mengenai komunikasi massa lahir melalui berbagai penelitian yang didorong oleh perhaian terhadap pengaruh politik terhadpap media suratkabar. Penelitian sejenis yang banyak dilakukan pada awal abad ini, dan kemudian juga penelitian mengenai dampak social dan moral dari radio dan film, terus berkembang hingga akhir PD II. Penelitian tersebut umumnya berangkat dari tujuan untuk menguji efisiensi dan efektivitas dalam bidang propaganda, telekomunikasi, advertensi, public relations, dan human relations. Diawali dengan aspek-aspek praktis, penelitian komunikasi massa selanjutnya didukung oleh pendekatan sosiologis dan psikologis yang sedang berkembangg pada saat itu, di samping kemajuan-kemajuan yang sedang terjadi dalam bidang metodologi. Khususnya dalam hal penggunaan metode eskperimen, survey dan statistic.
Pembahasan berikut akan menguraikan sejumlah teori dasar yang cukup berpengaruh dan telah memberi inspirasi bagi perkembangan teori dan penelitian komunikasi massa berikutnya. Antara lain adalah:
Formula Lasswell
Seorang ahli ilmu politik Amerika Serikat pada tahun 1948 mengemukakan suatu ungkapan yang sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi massa. Ungkapan yang merupakan cara sederhana untuk memahami proses komunikasi massa adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut:
Siapa (Who)
Berkata apa (Says what)
Melalui saluran apa (in which Channel)
Kepada siapa (to Whom)
Dengan efek apa (with what Effect)
Ungkapan dalam bentuk pertanyaan yang dikenal sebagai Formula Lasswell ini, meskipun sangat sederhana atau terlalu menyederhanakan suatu fenomena komunikasi massa, telah membantu mengorganisasikan dan memberikan struktur pada kajian terhadap komunikasi massa. Selain dapat menggambarkan komponen-komponen dalam proses komunikasi massa, Lasswell sendiri menggunakan formula ini untuk membedakan berbagai jenis penelitian komunikasi. Hal ini dapat disimak pada visualisasi berikut:
Siapa Berkata Melalui Kepada Dengan
Apa Saluran Apa Siapa Efek Apa
—————- ———– ————— ———– ————
Komunikator Pesan Media Penerima Efek
—————- ———— ————— ———– ————
Control Analisis Analisis Analisis Analisis
Studies pesan media audience efek
Pendekatan Transmisional
Teori-teori yang termasuk dalam pendekatan transmisional pada dasarnya menjelaskan sutau proses komunikasi dengan melihat komponen-komponen yang terkandung didalamnya dan rangkaian aktivitas yang terjadi antara satu komponen dengan komponen lainnya (terutama mengalirnya pesan/informasi). Teori tentang transmisi pesan ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli matematika, Claude Shannon pada akhir tahun 1940-an. Shannon yang bekerja pada biro penelitian perusahaan telepon Bell, menerapkan pemikirannya terutama untuk penelitian kepentingan telekomunikasi. Dia berangkat dari sejumlah pertanyaan yang menyangkut jenis saluran komunikasi apa yang dapat mengangkut muatan sinyal secara maksimum? Berapa banyak muatan sinyal yang ditransmsikan akan rusak oleh gangguan yang mungkin muncul dalam perjalanannya menuju penerima sinyal?
Pertanyaan ini pada dasarnya menyangkut bidang teori informasi. Meskipun demikian, teori yang dikembangan Shannon bersama rekan kerjanya Warren Weaver, dalam suatu bentuk model, telah digunakan sebagai analogi oleh berbagai ilmuwan sosial. Walau prinsip teknologis pasti berbeda dari proses komunikasi manusia, namun teori Shannon-Weaver telah menadi ide dasar bagi banyak teori komunikasi (massa) di kemudian hari.
Komunikasi oleh mereka digambarkan sebagai suatu proses yang linier dan searah. Yaitu proses di mana pesan diibaratkan mengalir dari sumber dengan melalui beberapa komponen menuju kepada tujuan (komunikan). Terdapat lima fungsi yang beroperasi dalam proses komunikasi di samping satu faktor disfungsional yaitu noise atau ganguan. Model yang mereka ciptakan adalah sebagai berikut:
(bagan dibuat sendiri setelah diskusi di kelas)
Pada dasarnya prinsip proses ini adalah seperti bekerjanya proses penyiaran radio. Pada bagian pertama dari proses adalah sumber informasi yang menciptakan pesan atau rangkaian pesan untuk dikomunikasikan. Pada tahap berikutnya adalah pesan diubah ke dalam bentuk sinyal oleh trasmiter sehingga dapat diteruskan melalui saluran pada penerima. Penerima lalu menyusun kembali sinyal menjadi pesan sehingga dapat mencapai tujuan. Sementara itu sinyal dalam perjalanannya memiliki potensi untuk terganggu oleh berbagai sumber gangguan yang muncul. Misalnya, ketika terdapat terlalu banyak sinyal dalam saluran yang sama dan pada saat yang bersamaan pula. Hal ini akan mengakibatkan adanya perbedaan antara sinyal yang ditrasmisikan dan sinyal yang diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pesan yang dibuat oleh sumber dan kemudian disusun kembali oleh penerima hingga mencapai tujuan, tidak selalu memiliki makna yang sama.
Ketidakmampuan komunikator untuk menyadari bahwa suatu pesan yang dikirimkan tidak selalu diterima dengan pengertian yang sama, adalah merupakan penyebab bagi kegagalan komunikasi.
Dari model yang dikemukakan Shannon & Weaver ini, MelvinDeFleur (1966) dalam bukunya Theories of Mass Communication, mengembangkan dan mengaplikasikannya ke dalam teori komunikasi massa. Dalam kaitannya dengan makna dari pesan yang diciptakan dan diterima, dia mengemukakan bahwa dalam proses komunikasi ‘makna’ diubah menjadi pesan yang lalu diubah lagi oleh transmiter menjadi informasi, dan kemudian disampaikan melalui suatu saluran (misalnya media massa). Informasi diterima sebagai pesan, lalu diubah menjadi ‘makna’ tersebut, maka hasilnya adalah komuniaksi. Namun, seperti dikemukakan sendiri DeFleur, jarang sekali korespondensi yang sempurna. Artinya, dengan toleransi tertentu, komunikasi masih dapat terjadi meskipun terdapat juga ’sejumlah’ perbedaan makna.
DeFleur menambahkan beberapa komponen dalam bagan Shannon Weaver untuk menggambarkan bagaimana sumber/komunikator mendapatkan umpan balik atau feedack, yang memberikan kemungkinan kepada komunikator untuk dapat lebih efektif mengadaptasikan komunikasinya. Dengan demikian, kemungkinan untuk mencapai korespondensi/kesamaan makna akan meningkat. Untuk menjelaskan teorinya, DeFleur mengungkapkannya dalam bagan berikut:
(bagan dibuat sendiri setelah diskusi di kelas)
Bagan Shannon-Weaver, walaupun berkesan linier dan tanpa umpan balik, ternyata telah meletakkan dasar bagi pengembangannya oleh DeFleur. Bagan DeFleur di atas telah memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang fenomena komunikasi massa. Meskipun demikian, dalam hal komunikasi massa, sumber/komunikator biasanya memperoleh umpan balik yang sangat teratas dari audiencenya.
Pendekatan Psikologi-Sosial
Dengan mendasarkan pada prinsip keseimbangan kognitif yang dikemukakan oleh psikolog Heider (1946), dan penerapannya oleh Newcomb (1953) pada keseimbangan antara dua individu dalamproses komunikasi ketika menganggapi suatu topik tertentu, McLeod dan Chaffee (1973) mengemukakan teorinya yang disebut Ko-orientasi. Fokus dari teori ini adalah komunikasi antarkelompok dalam masyarakat yang berlangsung secara interaktif dan dua arah. Pendekatan ini memandang sumber informasi, komunikator, dan penerima dalam suatu situasi komunikasi yang dinamis. Hubungan anatara elemen-elemen tersebut dituangkan dalam bagan yang menyerupai layang-layang, sebagai berikut:
( model di buat sendiri setelah diskusi di kelas)
Bagan tersebut menggambarkan bahwa ‘elite’ biasanya diartikan sebagi kekuatan politik yang ada dalam masyarakat. “Peristiwa” atau topik/issue adalah perbincangan/perdebatan mengenai suatu kejadian yang terjadi dalam masyarakat, di mana dari sini akan muncul berbagai informasi (seperti digambarkan dengan deretan X). Publik adalah kelompok/komunitas dalam masyarakat yang berkompeten dengan peristiwa yang diinformasikan dan sekaligus sebagai audience dari media. Sementara itu media mengacu pada unsur-unsur yang ada di dalam media, seperti wartawan, editor, reporter, dan sebagainya. Garis yang menghubungkan berbagai elemen tersebut memiliki sejumlah interpretasi. Dapat berupa hubungan, sikap, ataupun persepsi. Demikian pula arah dari garis tersebut dapat dianggap sebagai komunikasi searah ataupun dua arah.
Teori ini menjelaskan bahwa informasi mengenai suatu peristiwa dicari dari, atau didapat oleh, anggota masyarakat dengan mengacu pada pengalaman pribadi, sumber dari kalangan elite, media massa, atau kombinasi ketiganya. Relevansi dari teori ini terletak pada situasi yang dinamis yang dihasilkan oleh hubungan antara publik dan kekuatan politik (elite) tertentu, pada sikap publik terhadap media, dan pada hubungan antara elite dan media. Perbedaan atau pertentangan antara publik dan elite dalam mempersepsi suatu peristiwa akan membawa pada upaya mencari informasi dari media massa dan sumber-sumber informasi lainnya. Perbedaan ini dapat pula membawa ke arah upaya elite untuk memanipulasi persepsi publik dengan secara langsung mencampuri peristiwa tersebut atau dengan cara mengendalikan media massa.
Kerangka acuan yang digunakan teori ini dapat diperluas dengan melibatkan sejumlah variabel dari elemen-elemen utama teori ini (publik, elite, media dan peristiwa). Jadi kita dapat membedakan peristiwa berdasarkan relevansinya, nilai pentingnya, aktualitasya, atau tingkat kontroversinya. Kita dapat menggolongkan publik atas segmen atau sektor, memberikan kategori atas sumber-sumber informasi dalam elite berdasarkan posisi mereka dalam struktur sosial masyarakat. Sebagai ilustrasi, penelitian mengenai penggunaan media massa dan pendapat umum yang dilakukan oleh Tichenor (1973) membuktikan bahwa prakiraan atas suatu peristiwa yang dianggap kotroversial akan membuat publik untuk lebih mencermati informasi dari media massa mengenai peristiwa tersebut.
Teori lainnya yang lebih sosiologis dikemukakan oleh John. W. Riley dan Mathilda White Riley (1959). Mereka berangkat dari anggapan bahwa teori-teori komunikasi massa yang ada pada saat ini menimbulkan kesan seolah-olah proses komunikasi terjadi dalam situasi sosial yang vacuum (hampa) dan bahwa pengaruh lingkungan terhadap proses tersebut terasa diabaikan. Padahal, seperti mereka katakan, manusia sebagai mahluk yang berkomunikasi merupakan bagian dari berbagai struktur sosial yang berbeda. Oleh karenanya, mereka menawarkan suatu teori yang bertujuan untuk menganalisis komunikasi massa yang lebih menekankan pada aspek sosiologis dengan menganggap bahwa komuniaksi massa merupakan satu di antara berbagai sistem sosial yang ada dalam masyarakat.
Riley and Riley menunjuk pada peran primary group dan reference group dalam proses komunikasi. Primary group ditandai dengan hubungan yang intim antar anggotanya, misalnya keluarga. Sedangkan reference group adalah kelompok dimana seseorang belajar untuk mengenal sikap, nilai, dan perilakunya. Dalam banyak hal primary group acapkali berfungsi pula sebagai refence group. Sebagai komunikator atau penerima pesan, individu dipengaruhi oleh primary group. Dalam kapasitasnya sebagai komunikator, individu mungkin terpengaruh dalam memilih dan membentuk pesannya, mempersepsi pesan, dan menanggapi pesan. Pada sisi lain, primary group juga terpengaruh sebagian oleh interaksi dengan primery group lainnya; dan sebagian lagi oleh struktur social yang lebih luas, yang juga secara langsung dapat mempengaruhi individu. Struktur social yang lebih luas ini seringkali dikenal pula sebagai secondary group, seperti misalnya organisasi politik, perusahaan, atau serikat pekerja. Di mana seperti halnya primary group, telah memperkenalkan norma dan menjadi panutan dalam berperilaku. Mereka menjelaskan teorinya dalam bagan sebagai berikut:
(bagan dibuat di sendiri setelah diskusi dikelas)
Komunikator dan penerima digambarkan sebagai elemen dari dua struktur yang lebih besar yang saling terkait, misalnya melalui mekanisme umpan balik. Dalam lingkup yang lebih luas mereka meletakkan sistem komunikasi dalam suatu keseluruhan sistem sosial; dalam masyarakat dimana orang-orang yang terlibat dalam komunikasi berinteraksi dengan berbagai kelompok di sekelilingnya dan struktur sosial yang lebih luas. Jadi, proses komunikasi massa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh proses sosial yang lebih luas tersebut.
Rangkuman
Teori-teori komunikasi pada awalnya didominasi oleh pendekatan yang linier dan mekanistis. Dimulai dari Lasswell yang memperkenalkan formula untuk mengenali komponen dalam proses komunikasi massa dan jenis-jenis studi pada tiap komponen. Teori berikutnya yang dikemukakan oleh Shannon dan Weaver menggambarkan proses komunikasi secara matematis dengan mengadopsi proses telekomunikasi untuk diterapkan dalam konteks komunikasi manusia. Konsep Shannon-Weaver ini kemudian dikembangkan oleh DeFleur yang memperkenalkan dimensi umpan balik dalam proses komunikasi.
Pendekatan yang lebih memperhitungkan variabel lain dalam proses komunikasi massa dikemukakan oleh McLeod dan Chaffee. Teori ko-orientasi mereka menjelaskan adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara kekuatan politik, publik, dan media massa dalam menanggapi suatu peristiwa tertentu. Akhirnya Riley and Riley mengemukakan teori yang lebih sosiologis dengan menyatakan bahwa dalam proses komunikasi (massa), pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh primary group, scondary grup, dan sistem sosial secara menyeluruh.

PENGERTIAN KOMUNIKASI PUBLIC



Pengertian Komunikasi


Pada perang dunia ke II komunikasi belum dianggap sebagai sebuah ilmu dan hanya dianggap sebagai sebuah proses sosial. Dimasa ini baru di mulai penelitian penelitian mengenai komunikasi dan efek dari komunikasi tersebut.


Proses komunikasi adalah:
Komunikator -> Pesan (bisa berupa lisan maupun tulisan -> media -> komunikan-> efek -> perilaku


Hakekat Komunikasi


Memahami komunikasi berarti memahami apa yang terjadi selama komunikasi berlangsung, mengapa itu terjadi, manfaat apa yang dirasakan, akibat-akibat apa yang ditimbulkannya, apakah tujuan dari aktifitas berkomunikasi sesuai dengan apa yang diinginkan, memahami hal-hal yang dapat mempengaruhi dan memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian tersebut.Menurut Anwar arifin (1988:17), komunikasi merupakan suatu konsep yang multi makna. Makna komunikasi dapat dibedakan berdasarkan:


Komunikasi sebagai proses sosial


Komunikasi pada makna ini ada dalam konteks ilmu sosial. Dimana para ahli ilmu sosial melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan komunikasi yang secara umum menfokuskan pada kegiatan manusia dan kaitan pesan dengan perilaku.
Harold D. Lasswell meneliti masalah identifikasi simbol dan image yang bertolak belakang dengan realitas/efek pada opini publik. Berkaitan dengan efek-efek teknik propaganda pada perang dunia 1 (1927). Beliau seorang ahli politik, meneliti dengan cara meyebarkan leaflet mengenai perang.
Kurt lewin meneliti fungsi-fungsi komunikasi pada kelompok sosial informal. Lewin meneliti tipe-tipe gatekeeper yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin autokratik, demokratik. Lewin juga meneliti individu-individu yang ada pada kelompok-kelompok penekan dan individu-individu yang berada pada kelompok (members group). Soearang ahli psikologi.
Carl Hovland meneliti kredibilitas sumber (komunikator) hubungannya dengan efek persuasi (perubahan sikap). Hovland adalah peneliti yang memperkenalkan penelitian-peneltian eksperimental dalam komunikasi massa. Seorang ahli sosiologi, meneliti melalu pemutaran film berbeda kepada 2 kelompok berbeda, dan melihat efek dari film tersebut terhadap individu. Kredibiltas terdiri dari 1. Expert (ahli dalam bidang tersebut) 2. Competency (memiliki kompetensi) 3. Skill (harus memiliki kemampuan dalam bidang nya) 4. Trust (harus bisa di percaya)
Paul F.Lazarsfeld mengungkapkan hubungan antara status sosial, ekonomi, mass media exposure dan pengaruh interpersonal atau efek pengetahuan, sikap dan perubahan perilaku. Beliau seorang ahli matematika Teknik-teknik analisis yang digunakan oleh para peneliti tersebut memberikan contoh bagaimana menjelaskan sistem komunikasi dalam konteks proses sosial.


Komunikasi sebagai Peristiwa


Dalam hal ini komunikasi mempunyai pengertian, bahwa komunikasi merupakan gejala yang dipahami dari sudut bagaimana bentuk dan sifat terjadinya. Peristiwa komunikasi dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu. Ada yang membedakan komunikasimassa dengan komunikasi tatap muka, komunikasi verbal dan non verbal, komunikasi yang menggunakan media dan tanpa media.


Komunikasi sebagai Ilmu


Struktur ilmu pengetahuan meliputi aspek aksiologi, epistomologi dan ontologi. Aksiologi mempertanyakan dimensi utilitas (faedah, peranan dan kegunaan). Epistomologi menjelaskan norma-norma yang dipergunakan ilmu pengetahuan untuk membenarkan dirinya sendiri. Sedangkan ontologi mengenai struktur material dari ilmu pengetahuan.


Komunikasi sebagai kiat atau keterampilan


Komunikasi dipandang sebagai skill yang oleh individu dipergunakan untuk melakukan profesi komunikasi. Perkembangan dunia komunikasi di Indonesia pada masa yang akan datang menunjukkan prospek yang semakin cerah. Dengan demikian, masalah-masalah yang berhubungan dengan profesi komunikasi tetap menjadi agenda penting. Antara komunikasi dan bidang profesional terdapat kaitan yang signifikan. Dalam menunjang suatu profesi atau karir yang menuntut kemampuan pemahaman pada sifat dasar komunikasi, berkomunikasi secara kompeten dan efektif diperlukan dalam bidang kemampuan berkomunikasi (speech communication), komunikasi massa, komunikasi organisasi, komunikasi politik, public relations, periklanan, penyiaran (broadcasting) dan pemasaran.
Pengetahuan dan kemampuan komunikasi adalah dasar untuk kualitas kepemimpinan. Merupakan hal pokok untuk hubungan interpersonal, mempengaruhi dan perkembangan informasi dalam organisasi. Komunikasi juga memainkan peran penting dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pemikiran strategis, memperoleh pengetahuan teknis dan menilai hasil.komunikasi public berdasarkan harold lasswellberdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.

Sejarah Public Relation

1. Sejarah

Istilah Public Relation sebenarnya baru dikenal pada abad ke-20, namun gejalanya sudah tampak pada abad-abad sebelumnya bahkan pada sejak manusia masih primitive. Dimana unsur-unsur dasarnya adalah memberikan informasi, membujuk, dan mengintegrasikan kepada khalayak atau public sudah terjadi pada kehidupan masyarakat zaman dahulu, contohnya Cleopatra dengan keindahannya sebagai ratu menerapkan kegiatan Public Relations sewaktu menyambut Marc Anthony ditepi sungai Nil. Selain itu, pada zaman kejayaan Mesir kuno Public Relation dilaksanakan para pemimpin dan penguasanya malalui seni dan sastra dalam bentuk pyramid, Obelisk, Candi, Spink, atau patung-patung lainnya mengenai keagungan dan keindahan raja.

Suatu langkah maju kegiatan Public Relation terlihat pada abad pertengahan dimana timbul perserikatan-perserikatan dagang yang disebut Gilda yang merupakan suau organisasi dari orang- orang yang bermata-pencaharian sama dengan tujuan untuk membatasi persaingan dari dalam dan dari luar. Sejalan dengan itu, perkembangan public relation di dunia pun semakin cepat dan pesat yang dapat dibagi menjadi beberapa fase perkembangan antara lain, perkembangan demokrasi, revolusi industri, perkembangan Serikat-serikat Buruh dan public relation modern.

a. Perkembangan Demokrasi

Kegiatan-kegiatan Public Relation pada abad pertengahan diperluas dengan adanya perkembangan kehidupan demokrasi. Dimana sifat-sifat merdeka, sama derajat, dan mamiliki harga diri dan pengaruh terhadap kehidupan perdagangan sangat penting. Perkembangan Public Relation pada masa ini didorong oleh adanya Revolusi Amerika pada tahun 1775 yang menyatakan dasar-dasar bagi demokrasi baru. Guna terwujud cita-cita itu diperlukan suatu badan khusus yang bertugas memelihara hubungan antara kedua belah pihak, yaitu pemerintah dan rakyat yang disebut Public Relation.

b. Revolusi Industri

Revolusi Industri diawal abad 19 ikut pula mendorong perkembangan public relations terutama pada kemajuan perniagaan dan ekspansi perdagangan. Kegiatan Pulic Relation dilaksanakan dilaksanakan secara langsung (face to face), atau kontak pribadi (personal contact), yang sampai sekarang merupakan cara berkomunikasi yang baik dalam melaksanakan Public Relation.

c. Perkembangan Serikat-serikat Buruh

Dengan perkembangan serikat buruh dan kesediaan majikan untuk menyesuaikan diri pada perkembangan demokrasi, maka hubungan harmonis antara majikan dengan buruhnya dapat terwujud sehingga kehidupan persahaan pun dapat terjamin, dan berdampak pada tumbunhnya sikap positif dari publiknya. Dalam hal ini terwujudlah suatu Public Relation yang terorganisir dan merupakan badan penghubung dalam kehidupan perusahaan terkait.

d. Public Relation Modern

Sejalan dengan perkembangan komunikasi, kegiatan public relation pun semakin banyak digunakan, dipelajari, dan diteliti. Public relation dari berbagai badan, perusahaan, ataupun instansi-instansi dalam masyarakat mendapat tugas untuk senantiasa mangikuti dan menganalisa mesalah-masalah yang timbul, baik dari dalam badan itu sendiri maupun dari Publiknya. Perkembangan tersebut mendorong lahirnya Public Relation dalam bentuk moderrn di USA.

Perkembangan Public Relation sampai sekarang tidak terlepas dari dua orang bapak Public Relation yakni Ivy Ledbetter Lee dan Edward L. Bernays. Kedua ilmuwan ini peletak dasar munculnya Public Relation modern. Kegiatan yang dilakukan Lee pada tahun 1906 dinamakan Declaration of principles ( deklarasi asas-asas) yang pada hakikatnya menyatakan bahwa keberadaan publik tidak bisa dianggap enteng oleh menajemen dan pers. Sedangkan Edward (1891-1995) dikenal sebagai bapak Public Relation kerena menerbitkan buku-buku public relation classic Cutlip-Center, Effective Public Relations, yang diacu sebagai Al kitab public relation.


Berikut gambaran kronologis public relation ( PR ) di dunia:

* Abad ke-19 : PR di Amerika dan Eropa merupakan program studi yang mandiri didasarkan pada perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi.

* 1865-1900 : Publik masih dianggap bodoh.

* 1900-1918 : Publik diberi informasi dan dilayani.

* 1918-1945 : Publik diberi pendidikan dan dihargai.

* 1925 : Di New York, PR sebagai pendidikan tinggi resmi.

* 1928 : Di Belanda memasuki pendidikan tinggi dan minimal difakultas sebagai mata kuliah wajib. Disamping itubanyak diadakan kursus-kursus yang bermutu.

* 1945-1968 : Publik mulai terbuka dan banyak mengetahui.

* 1968 : Di Belanda mengalami perkembangan pesat. Ke arah ilmiah karena penelitian yang rutin dan kontinyu. Di Amerika perkembangannya lebih ke arah bisnis.

* 1968-1979 : Publik dikembangkan di berbagai bidang, pendekatan tidak hanya satu aspek saja.

* 1979-1990 : Profesional/internasional memasuki globalisasi dalam perubahan mental dan kualitas.

* 1990-sekarang :

a. perubahan mental, kualitas, pola pikir, pola pandang, sikap dan pola perilaku secara nasioal/internasional.
b. membangun kerjasama secara lokal, nasional, internasional.
c. saling belajar di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan
Iptek, sesuai dengan kebutuhan era global/informasi.


Sebagai tambahan, perkembangan public relation pada saat ini pun telah berkembang menjadi public relation on the internet dimana banyak perusahaan public relation membuat media dengan jangkauan yang luas untuk mengirim pesan secara langsung kepada konsumen dan menanggapi keluhan konsumen. Sejumlah perusahaan membuka situs World Wide Web ( WWW ), yang pertama kali didirikan pada musim semi tahun 1995 oleh Edelmen Public Relation World Wide dan Fleischman-Hillard. Kegunaan dari pelayanan ini adalah untuk pembuatan News letter elektronik, pengiriman pesan kepada khalayak sasaran, aplikasi internet dan web one to one dalam kegiatan marketing dan komunikasi.

2. Perkembangan Public Relations di Indonesia

a. Perkembangan Public Relation Pada Masa Kerajaan

Pada dasarnya praktik public relation sudah ada di Indonesia sebelum kedatangan Belanda. Hal ini terbukti bahwa, pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia yaitu pada masa kerajaan Mataram dimana adanya usaha penembahan Senopati untuk menyebarkan ”gosip” bahwa keturunannya akan menjadi pasangan dan lindungan Nyai Roro Kidul. Menurut salah satu versi sejarah, usaha itu dimaksudkan untuk menyaingi pengaruh pada adipati di pesisir utara Jawa yang kekuasaannya drestui oleh para Sunan atau Wali yang sangat disegani.

b. Perkembangan Public Relation Pada Masa Kemerdekaan

Ketika merumuskan konstitusi, ada banyak jurnalis atau wartawan yang menunggu kelanjutan peritiwa setelah proklamasi kemerdekaan sehari sebelumnya. Akhirnya pertemuan itu ditunda untuk memilih presiden dan wakil presiden pertama Indonesia dan diumumkan kepada para jurnalis yang ada. Itu, fase media relations yang penting.

Ketika perang kemerdekaan, adalah Soedarpo Sastorsatomo yang mengelola media relations sebagai Menteri Penerangan. Ia mengelola media relations di dalam negeri hingga mendukung diplomasi di PBB, termasuk untuk mengemas citra Indonesia di luar negeri. RRI juga disebut sebagai bagian dari aktivitas public relation ketika mengeluarkan program siaran luar negeri, yang kini pemancarnya ada di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Ada pula upaya untuk membantu India dalam mengatasi kelaparan dalam Program Rice for India, sekalipun Indonesia belum memiliki surplus beras.

c. Perkembangan Public Relation Pada Masa Orde Baru

Setelah perang kemerdekaan, mulai berdatangan beberapa perusahaan minyak diantaranya Shell, Stanvac, Caltex. Sebagai perusahaan multinasional, mereka memiliki organ bernama public relation. Dimana S. Maimoen, R Imam Sajono dan Soedarso yang di tahun 1950-an mulai dikenal sebagai PR Officer yang berlatar belakang dari kalangan jurnalistik. Tahun 1954, Garuda Indonesian Airways mulai mengembangkan unit public relation. Di tahun 1955, Mabes Polri menjadi institusi pemerintah pertama yang memiliki unit public relation. Kemudian diikuti oleh RRI. Sekalipun demikian, beberapa angkatan bersenjata juga memiliki unit informasi yang dibawa kontrol presiden waktu itu. Di tahun 60-an, istilah ”purel” sebagai akronim public relations makin populer digunakan ketimbang term kehumasan.

Konsultan public relation “Pertama” Adalah PT Inscore Zecha yang dipimpin M. Alwi Dahlan tercatat sebagai konsultan public relation pertama yang berdiri di Indonesia tahun 1972. Kebanyakan mereka mengelola kepentingan publisitas dalam bentuk iklan. Sejak tahun 1970, sekitar 20 tahun national Development Information Office mendukung pengelolalaan public relation pemerintah RI untuk dunia internasional.

Universitas Padjajaran menjadi universitas pertama yang membuka Fakultas Public Relations di tahun 1964 dengan ibu Oemi Abdulrachman yang menjadi dekannya. Setelah itu, banyak berkembang pendidikan public relation dalam bentuk program studi hingga pendidikan di tingkat diploma. Tanggal 15 Desember 1972 merupakan momen deklarasi asosiasi public relation Indonesia yaitu Perhumas yang dihadiri oleh beberapa PRO perusahaan minyak dan konsultan serta akademisi term Asosiasi PR.

Di tahun 1974 posisi unit public relation dalam organisasi pemerintah sudah mulai dipegang pejabat eselon III. Beberapa tahun kemudian meningkat menjadi eselon II. Karena itulah di tahun 1974 ada Badan Koordinasi Humas (Bakohumas) yang diketuai Direktur Humas Pembangunan Menteri Penerangan.
Dalam pertemuan di Kuala Lumpur, 26 Oktober 1977, Perhumas bersama asosiasi humas di negara-negara ASEAN bergabung dalam Federasi Organisasi public relation ASEAN dan menggelar Kongres PR Asean pertama di tahun 1978 di Manila. Pada tanggal 10 April 1987, Asosiasi Perusahaan public relation Indonesia dibentuk suatu wadah profesi Humas yg disebut APPRI ( Assosiasi Perusahaan Public relation Independen ) yang mempunyai tujuan :

1. Mewujudkan fungsi PR yang jujur,Bertanggung jawab sesuai dengan kode etik

2. Memberi Informasi terhadap Klien bahwa APPRI memberi Nasehat dalam PR
3. Mengembangkan kepercayaan umum atas public relation
Dan kemudian tanggal 11 November 2003, tercatat sebagai kelahiran PR Society Indonesia.

Minggu, 11 Oktober 2009

Sejarah dan Perkembangan Public Relations

Humas kependekan dari hubungan masyarakat. Hal ini seringkali disederhanakan sebagai sebuah terjemahan dari istilah Public Relations (PR). Sebagai ilmu pengetahuan, PR masih relatif baru bagi masyarakat Indonesia. PR sendiri merupakan gabungan berbagai imu dan termasuk dalam jajaran ilmu-ilmu sosial seperti halnya ilmu politik, ekonomi, sejarah, psikologi, sosiologi, komunikasi dan lain-lain.

Dalam kurun waktu 100 tahun terakhir ini PR mengalami perkembangan yang sangat cepat. Namun perkembangan PR dalam setiap negara itu tak sama baik bentuk maupun kualitasnya.Proses perkembangan PR lebih banyak ditentukan oleh situasi masyarakat yang kompleks.

PR merupakan pendekatan yang sangat strategis dengan menggunakan konsep-konsep komunikasi (Kasali, 2005:1). Di masa mendatang PR diperkiraan akan mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Pemerintah AS mempekerjakan 9000 karyawan di bidang komunikasi yang ditempatkan di United States Information Agency.

Perkembangan Humas di Dunia

Dalam sejarahnya istilah Public Relations sebagai sebuah teknik menguat dengan adanya aktivitas yang dilakukan oleh pelopor Ivy Ledbetter Lee yang tahun 1906 berhasil menanggulangi kelumpuhan industri batu bara di Amerika Serikat dengan sukes. Atas upayanya ini ia diangkat menjadi The Father of Public Relations.

Perkembangan PR sebenarnya bisa dikaitkan dengan keberadaan manusia. Unsur-unsur memberi informasi kepada masyarakat, membujuk masyarakat, dan mengintegrasikan masyarakat, adalah landasan bagi masyarakat.

Tujuan, teknik, alat dan standar etika berubah-ubah sesuai dengan berlalunya waktu. Misalnya pada masa suku primitif mereka menggunakan kekuatan, intimidasi atau persuasi ntuk memelihara pengawasan terhadap pengikutnya. Atau menggunakan hal-hal yang bersifat magis, totem (benda-benda keramat), taboo (hal-hal bersifat tabu), dan kekuatan supranatural.

Penemuan tulisan akan membuat metode persuasi berubah. Opini publik mulai berperan. Ketika era Mesir Kuno, ulama merupakan pembentuk opini dan pengguna persuasi. Pada saat Yunani kuno mulai dikembangkan Olympiade untuk bertukar pendapat dan meningkatkan hubungan dengan rakyat. Evaluasi mengenai pendapat atau opini publik merupakan perkembangan terakhir dalam sejarah kemanusiaan.

Dasar-dasar fungsi humas ditemukan dalam revolusi Amerika. Ketika ada gerakan yang direncanakan dan dilaksanakan. Pada dasarnya, masing-masing periode perkembangan memiliki perbedaaan dalam startegi mempengaruhi publik, menciptakan opini publik demi perkembangan organisasinya.

Berikut gambaran kronologis PR di dunia:

Abad ke-19 : PR di Amerika dan Eropa merupakan program studi yang
mandiri didasarkan pada perkembangan Ilmu
pengetahuan dan teknologi.
1865-1900 : Publik masih dianggap bodoh
1900-1918 : Publik diberi informasi dan dilayani
1918-1945 : Publik diberi pendidikan dan dihargai
1925 : Di New York, PR sebagai pendidikan tinggi resmi
1928 : Di Belanda memasuki pendidikan tinggi dan minimal di
fakultas sebagai mata kuliah wajib. Disamping itu
banyak diadakan kursus-kursus yang bermutu
1945-1968 : Publik mulai terbuka dan banyak mengetahui
1968 : Di Belanda mengalami perkembangan pesat. Ke arah
ilmiah karena penelitian yang rutin dan kontinyu.
Di Amerika perkembangannya lebih ke arah bisnis.
1968-1979 : Publik dikembangkan di berbagai bidang,
pendekatan tidak hanya satu aspek saja
1979-1990 : Profesional/internasional memasuki globalisasi dalam
perubahan mental dan kualitas
1990-sekarang : a. perubahan mental, kualitas, pola pikir, pola pandang,
sikap dan pola perilaku secara nasioal/internasional
b. membangun kerjasama secara lokal, nasional, internasional
c. saling belajar di bidang politik, ekonomi, sosial budaya,
Iptek, sesuai dengan kebutuhan era global/informasi

Asal Mula Istilah

Pengertian :

  1. Hubungan dengan masyarakat luas baik melalui publisitas khususnya fungsi-fungsi organisasi dan sebagainya terkait dengan usaha menciptakan opini publik dan citra yang menyenangkan untuk dirinya sendiri (Webster’s New World Dictionary)
  2. Fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik, mengidentifikasi kebijaksanan dan prosedur seorang individu atau organisasi berdasarkan kepentingan publik dan menjalankan suatu program untuk mendapatkan pengertian dan penerimaan publik (Public Relations News)
  3. Filsafat sosial dan manajemen yang dinyatakan dalam kebijaksanaan beserta pelaksaannya yang melalui interpretasi yang peka mengenai peristiwa-peristiwa berdasarkan pada komunikasi dua arah dengan publiknya, berusaha memperoleh saling pengertian dan itikad baik (Moore, 2004: 6).

Public Relations yang diterjemahkan menjadi hubungan masyarakat (humas) mempunyai dua pengertian. Pertama, humas dalam artian sebagai teknik komunikasi atau technique of communication dan kedua, humas sebagai metode komunikasi atau method of communication (Abdurrahman, 1993: 10). Konsep Public Relations sebenarnya berkenaan dengan kegiatan penciptaan pemahaman melalui pengetahuan, dan melalui kegiatan-kegiatan tersebut akan muncul perubahan yang berdampak (lihat Jefkins, 2004: 2).

Public Relations menyangkut suatu bentuk komunikasi yang berlaku untuk semua organisasi (non profit – komersial, publik- privat, pemerintah – swasta). Artinya Public Relations jauh lebih luas ketimbang pemasaran dan periklanan atau propaganda, dan telah lebih awal.

Dewasa ini, Public Relations harus berhadapan dengan fakta yang sebenarnya, terlepas dari apakah fakta itu buruk, baik, atau tanpa pengaruh yang jelas. Karena itu, staf Public Relations dituntut mampu menjadikan orang-orang lain memahami suatu pesan, demi menjaga reputasi atau citra lembaga yang diwakilinya.